Iman Sebagai Syarat Pengampunan.
Bisamillaahirrohmaanirrohiim
Hampir sudah dapat dipastikan bahwa hadis berikut ini disampaikan orang pada bulan romadlon. Hadis itu berbunyi “Barang siapa yang mendirikan romadlon dengan iman dan ihtisab, maka diampuninya apa yang dahulu dari dosa-dosanya.”
Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim ini, ada dua syarat agar diampuni semua dosanya yang dahulu bagi orang yang menunaikan puasa romadlon. Yaitu iman dan ihtisab. Dengan kata lain, orang yang menunaikan puasa romadlon yang tidak didasari oleh iman dan ihtisab tidaklah akan diampuni dosa-dosanya yang dahulu. Lalu apa hebatnya dua kata itu sehingga sampai menjadi syarat diampuninya dosa-dosa yang dahulu?
Sebelum membahas lebih jauh perlu kiranya mengetahui arti dari iman dan ihtisab itu. Iman (bahasa) artinya percaya. Menurut Dr. Yusuf Al Qardhawy, iman artinya
Sebelum membahas lebih jauh perlu kiranya mengetahui arti dari iman dan ihtisab itu. Iman (bahasa) artinya percaya. Menurut Dr. Yusuf Al Qardhawy, iman artinya
kepercayaan yang meresap ke dalam hati dan memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Sedangkan ihtisab dapat diartikan dengan penuh perhitungan dalam tindakannya.
Bila kita renungkan lebih dalam, ternyata iman dan ihtisab itu tidak saja penting bagi syarat diampuninya dosa-dosa tapi juga penting bagi syarat tercapainya misi suatu pekerjaan. Karena iman (percaya) yang kuat ini akan menjadi api semangat yang senantiasa berkobar dalam dada sehingga menimbulkan energi besar yang mendorong orang agar giat mengerjakan suatu pekerjaan. Contoh; ibu yang percaya (iman) bahwa kalau ia memasak masakan sambal goreng, hasilnya akan enak dan si suami beserta anak-anaknya akan senang. Maka si ibu tadi akan semangat dan senang dalam menjalani proses memasak sambal goreng itu. Ia tidak merasa terbebani bila harus mengulek lombok, harus kotor tangannya, apek baunya. Bahkan kendala yang apa pun yang muncul, akan ia hadapi dengan gagah berani, hal ini tidak lain karena adanya harapan berupa percaya (iman) bahwa hasil masakannya akan enak dan suami berikut anak-anaknya akan senang.
Bagi seseorang yang iman (percaya) bahwa kalau ia dapat memanfaatkan peluang tertentu, ia akan mendapat keuntungan yang besar, maka kepercayaan (keimanan) ini akan secara otomatis menyemangatinya dalam menindaklanjuti apa yang diimaninya itu. Ia akan merasa senang dalam menjalani prosesnya, meskipun harus menempuh tempat yang jauh, meskipun harus kena hujan atau panas, tak peduli siang yang terik atau malam yang dingin, bila itu memang menjadi tuntutannya, ia pun akan terdorong untuk menaklukkan aral itu dengan penuh pengorbanan. Apa pun hambatan yang menghadangnya akan tidak dianggap sebagai beban yang memberatkannya. Inilah rahasia dari iman (percaya) terhadap harapan yang akan ia raih di masa mendatang, terhadap sesuatu dari akhir aktifitasnya. Iman adalah energi yang amat dahsyat yang mampu menghipnotis si empunya menjadi tangguh dalam menaklukkan kendala-kendala yang ada. Iman itu akan merubah orang yang cengeng menjadi tegar. Iman itu akan merubah orang yang lemah menjadi kuat. iman juga akan merubah mental orang menjadi lebih kuat menahan penderitaan.
Ihtisab itu akan tumbuh secara otomatis sebagai konsekwensi logis dari iman yang kuat dan benar. Iman (percaya) yang membabi buta tidak akan melahirkan sikap ihtisab, tapi ia akan menimbulkan sikap ceroboh. Iman yang kuat dan benar, adalah iman yang didasari dengan ilmu. Aplikasinya dalam kasus ibu yang memasak tadi adalah bila ibu itu tidak tahu resep masakan sambal goreng, meskipun ia mempunyai iman (percaya) bahwa hasil masakannya akan enak dan membuat si suami beserta anak-anaknya senang, maka ia akan memasak dengan mencoba-coba memakai feelingnya sendiri, hal ini dapat menjadikan masakan berubah namanya dari sambal goreng menjadi sambal penyet atau menjadi balado misalnya.
Inilah akibat dari iman yang membabi buta. Berbeda kalau si ibu tadi memahami resep masakan sambal goreng dengan benar. Ia tentu akan hati-hati dalam tindakannya, mulai dari memilih bahannya, menentukan ukurannya dan mengerjakan berdasarkan urut-urutannya. Kalau ada hitam-hitam yang ada dalam masakannya, pastilah akan ia singkirkan, meskipun itu tidak berbahaya. Tempat untuk menghidangkan masakannya akan ia pastikan bersih, kadang untuk meyakinkan dirinya, ia lap dulu tempat yang akan dipakainya itu. Inilah kosekwensi logis dari iman yang benar, yaitu iman yang dilandasi dengan ilmu. Out put dari iman yang benar pastilah menghasilkan produk yang berkualitas. Sebagaimana hasil masakan dari ibu yang imannya didukung dengan ilmu tadi pastilah akan memuaskan. Memuaskan bagi si suami beserta anak-anaknya dan juga memuaskan bagi dirinya sendiri, karena ia dapat berhasil memasak sesuai dengan apa yang dipercayainya.
Kalau aplikasinya dalam kasus orang tadi, bila ia tidak didukung dengan ilmu atau skill (iman yang membabi buta), maka tindakannya akan ceroboh, mudah mundur dan menyerah jika harus menghadapi rintangan yang ada. Kalau ia didukung dengan ilmu yang benar (iman yang benar), maka sikapnya pun akan benar, ia akan menentukan setiap langkahnya dengan hati-hati, ia hanya mau melangkah setelah ia yakin bahwa itu adalah langkah yang benar. Ia menjadi rela berkorban, tidak mudah menyerah menghadapi keadaan yang sulit, semangatnya akan terus membara dalam mengerahkan segenap potensinya demi tercapainya apa yang diimaninya itu.
Itulah gambaran iman yang benar, yang secara otomatis akan melahirkan sikap ihtisab. Ingat bahwa iman yang benar itu akan tumbuh dari iman yang didukung dengan ilmu yang benar pula. Oleh karena itu puasa yang didasari dengan iman yang benar sehingga sampai menimbulkan sikap ihtisab, pastilah akan membuat puasa sesorang menjadi puasa yang berkualitas, yang akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Dengan iman dan ihtisab itu, puasa yang umumnya dianggap memberatkan itu akan menjadi enteng. Puasa yang menuntut dijauhinya hal-hal yang membatalkannya itu, akan menjadi mampu menjaganya, baik menjaga dari hal-hal yang membatalkan menurut syariat maupun menjaga dari hal-hal yang membatalkan pahala puasa secara hakekat. Yang membatalkan puasa secara syariat yaitu makan, minum dan berhubungan suami istri, semua yang dilakukan dengan sengaja dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Sedangkan hal-hal yang membatalkan pahala puasa ada lima, yaitu;
1, Bohong. Kalau kemarin-kemarin kita didatangi orang yang mau pinjam uang, kita bilang tidak punya duit, padahal kita punya duit, mulai sekarang dengan iman dan ihtisab, kita akan dimampukan untuk berlaku fair. Jika yang sudah-sudah kita ditanya orang, kita bilang tidak tahu, padahal kita tahu, maka mulai saat ini dengan iman dan ihtisab, kita akan dimampukan untuk bersikap jujur. Andai yang telah berlalu kita dimintai tolong, kita bilang capek atau sedang sibuk, padahal kita tidak capek atau tidak sedang sibuk, mulai detik ini dengan iman dan ihtisab, kita akan dimampukan untuk bertindak murah tangan. Bila tempo hari bagi kita yang bergerak di bidang jasa berjanji bahwa pesanannya akan kelar dalam dua hari, tapi sampai tiga hari belum beres, maka mulai waktu ini dengan iman dan ihtisab, kita akan dimampukan untuk menepatinya.
2, Memprovokasi (mengadu domba). Jika yang dulu-dulu kita benci kepada seseorang lalu kita membangkitkan amarah orang yang dianggap rivalnya supaya saling bertengkar, mulai waktu ini dengan iman dan ihtisab, kita akan dimampukan untuk menghindari. Kalau yang lalu kita sering memancing orang supaya marah-marah, mulai saat ini dengan iman dan ihtisab, kita akan dimampukan untuk menjauhinya.
3, Menggosip (memperbincangkan kejelekan orang lain). Bila hari-hari kita kemarin kadang diisi dengan memperbincangkan kejelekan orang lain, padahal kita juga tidak suka bila kejelekan kita dibuat bahan perbincangan orang, maka mulai sekarang dengan iman dan ihtisab, kita akan dimampukan untuk menghilangkan kebiasaan buruk itu.
4, Melihat dengan syahwat. Kalau yang dulu-dulu kita suka memelototi hal-hal yang menarik syahwat, baik di koran, di TV atau yang nyata melitas di depan kita, maka dengan iman dan ihtisab, kita akan dimampukan untuk menahan dan mengekang perbuatan buruk itu khususnya di romadlon ini.
5, Sumpah palsu. Kalau yang telah berlalu kita suka meyakinkan orang lain dengan sumpah palsu, maka mulai sekarang dengan iman dan ihtisab, kita akan dimampukan untuk menghindarinya.
Bagaimana meningkatkan mutu iman kita? Untuk meningkatkan kualitas iman, ada banyak cara yang antara lain; 1, Memikirkan alam, dapat dengan memperhatikan benda-benda langit selama 20-30 menit sambil memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan benda langit itu, misalnya mengamati bintang lalu pikirkan kira-kira berapa jumlahnya? Bintang itu sesungguhnya lebih besar dari bumi yang kita injak ini, kalau demikian betapa kecilnya bumi di antara jutaan bintang itu, lalu seberapa kecil kita dihadapan alam semesta ini? Kita ini terlalu kecil sehingga tidak layak bagi kita berlaku sombong, karena kita ini amat sepele tak ubahnya sebutir pasir kecil di antara lautan pasir di padang pasir, dan memikirkan yang lainnya.
Atau mengamati matahari, sudah berapa ribu tahun ia bersinar dengan seterang itu, berapa juta wattkah? Apa gerangan bahan bakarnya? Bagaimana mengendalikan benda panas sebesar itu supaya senantiasa tetap beredar pada garis orbitnya? Apa yang terjadi bila matahari itu padam selama satu minggu? Bila tidak tampak 8 jam saja (dari jam 6 petang sampai jam 3 dini hari) sudah sedingin itu bagaimana kalau sampai 7 x 24 jam tidak nyala? Bagaimana nasib planet ini itu terjadi? Siapakah yang menjaga agar matahari tidak padam? Dan memikirkan yang lainnya.
2, Merenungkan perjalanan hidup kita secara obyektif, seimbang dalam melihat dan menilai antara sisi yang dianggap baik dan buruknya. Renungkan apakah setiap yang kita inginkan itu tercapai? Pikirkan apakah pernah mengalami diselamatkan oleh kekuatan di luar kekuatan kita sendiri, “Kok bisa ya, saya selamat dari kecelakaan itu?”. Ingat-ingat apakah kita berada dalam kehidupan yang kita alami sekarang ini, semuanya ini semata-mata upaya kita sepenuhnya, atau ada kekuatan yang membantunya?
3, Merenungkan diri kita secara fisik. Tentang fungsi-fungsi anggota tubuh, panca indra, peredaran darah, jantung, paru-paru. Mengapa mereka dapat berjalan sedemikian teratur tanpa harus kita susah menjalankannya. Kita tidak perlu harus memompa jantung setiap hari agar darah beredar ke seluruh tubuh. Kita tidak perlu menggerakkan paru-paru supaya dapat memilih oksigin (O2) dan membuang CO2. Sungguh dahsyat peran mereka sehingga kita tidak disibukkan dengan menggerakkan organ tubuh itu, jika saja kita harus mengurus salah satu saja dari organ itu, misalnya harus mengurus jantung kita, maka betapa sengsaranya hidup ini, karena kita tidak dapat berbuat apa-apa selain memompa jantung tanpa istirahat, tanpa tidur. 4, Memperdalam ajaran agama, carilah hikmah dari ajaran-ajaran agama. Misalnya mengapa agama menganjurkan orang supaya bersyukur, jujur, adil, berderma, rendah hati, ikhlas, sabar, tawakal, tidak boleh judi, tidak boleh merugikan orang lain, salat, zakat, puasa dan sebagainya.
Insya Allah, dengan puasa yang didasari dengan iman yang benar, kita akan mampu menunaikan ibadah puasa secara benar pula, puasa yang berkualitas bukan puasa yang hanya mendapat dahaga dan lapar saja, tapi puasa menjadikan dosa-dosa kita yang telah lalu diampuni dan puasa yang mendapat balasan langsung dari sisi Allah swt. Demikian semoga kita mampu mengamalkan dengan baik dan puasa kita adalah termasuk puasa yang berkualitas dan yang diterima Allah swt. Amin.
Salam Sukses Bahagia
By Nur Muhid,
Ingin
Umroh??? Ada kendala biaya???? Mau kerja
sampingan????
Silakan
kontak : 0852 2580 5657
Label: tasawuf
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda