Senin, 15 Februari 2010

Hakekat Taubat

-->Bismillaahirrohmaanirrohiim Bila kita merenungkan tentang kita, mulai dari bahwa kita itu diciptakan seperti apa yang sekarang kita alami seperti ini, kita tidak pernah merasa telah memesan kepada Allah sebelumnya. Tidak ada di antara kita yang telah merasa memesan kepada Allah supaya diciptakan laki-laki atau diciptakan perempuan, dijadikan orang kafir atau dijadikan orang beriman, dicetak sebagai orang yang berilmu atau dicetak sebagai orang bodoh dan seterusnya. Kita menerima apa adanya tanpa mempunyai kewenangan untuk memilih sedikit pun sebelumnnya. Jadi atas kehendak mutlak Allahlah kita diciptakan menjadi orang yang beriman.
Pernahkah kita berpikir seandainya Allah menjadikan kita termasuk orang-orang kafir? Yang hidup lalu mati semata2 untuk dijadikan bahan bakar neraka?

Betapa buruk sekali nasibnya bukan? Apakah tidak pernah terpikir oleh kita bahwa betapa beruntungnya kita, karena kita dijadikan orang yang beriman, yang diperintah beribadah untuk diberi balasan surga?
Yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana kita menyikapi kebaikan Allah itu? Apakah kebaikan Allah itu akan disia-siakan saja? Apakah air susu akan dibalas dengan air tuba? Bagaimana sekiranya kita mengasihi dan menyayangi anak kecil dengan penuh perhatian lalu anak kecil itu melonjak dengan memusuhi dan meremehkan kita? Marahkah kita atau kita tetap menyayangnya? Jawaban normalnya pasti kita akan marah pada anak kecil itu. Lalu bagaimana dengan sikap kita terhadap kebaikan Allah itu? Apakah kita mambalas kebaikan dengan kebaikan atau sebaliknya?
Bagaimana perasaan kita bila anak kecil yang kita sayangi dan kita kasihi yang malah berbalas memusuhi kita itu tadi mengambil uang Rp 1.000,- dari dompet kita? Apakah kita akan menganggap sepele saja? Tidak, bukan? Kesalahan kecil dari anak itu ternyata mampu membangkitkan marah yang besar dari kita. Padahal kalau yang mengambil uang itu adalah anak yang kita sayangi, biar pun uang yang diambil dari dompet itu lebih banyak jumlahnya, kita tidak terbesit marah padanya, bukan?.
Bagaimana dengan kita ini? Padahal Allah telah menjadikan kita termasuk orang-orang yang beriman, akankah kita malah banyak berbuat maksiat, banyak durhaka kepada Allah dengan meninggalkan perintah-perintah-Nya? Apakah kita tidak sama dengan anak kecil yang telah disayang dan dikasihi namun berbalik memusuhi orang yang menyayangi dan mengasihinya? Apakah kita tidak menghawatirkan dengan dosa-dosa kecil yang kita lakukan, yang dengan itu justru akan membuat murka Allah? Amankah kita dari murka-Nya? Kepada siapakah kita mau berlindung dari siksa-Nya kecuali dari-Nya? Simaklah hadits berikut ini ;
“.... janganlah kamu meremehkan dosa kecil, karena kamu tidak tahu dari dosa mana yang membuat kemurkaan Allah. Jangan merasa aman dari azab Allah ....”
“Hai anak Adam! Mati itu akan membuka rahasia-rahasiamu, kiamat akan membacakan catatan-catatan amalmu, kitab akan menjadi dokumentasi perbuatan-perbuatanmu. Kalau kamu melakukan dosa, maka jangan kamu lihat kecilnya dosa, tapi lihatlah kepada siapa kamu berbuat dosa”
ibarat buang angin saat bersama teman akrabnya, itu tidak akan menjadi masalah, tapi cobalah kalau buang itu terjadi saat menghadap presiden. Perkara yang sebenarnya tidak masalah itu akan berubah menjadi masalah besar karena dihadapan siapa-nya itu yang menentukan kecil tidaknya masalah.
Sadarlah bahwa sehari di akhirat itu sama dengan seribu tahun ukuran kita yang hidup di dunia ini. Katakanlah bila kita harus mampir hanya sehari saja di neraka, maka itu berarti kita tersiksa seribu tahun lamanya menurut hitungan kita di dunia ini. Padahal kita tidak sanggup menahan penderitaan kebakar api jari tangan kita barang semenit saja. Bagaiamana kita sanggup akan menahan selama seribu tahun dibakar di neraka yang lebih panas apinya? Bila kita harus memilih di antara dua pilihan, yaitu harus menahan tindakan dari maksiat atau harus menahan sakit dari siksa neraka, Mau pilih manakah kita?
Dosa itu sesungguhnya dari satu sisi adalah meretakkan jalinan hubungan baik antara kita dengan Allah. Hubungan antara kita dengan Allah itu pada tataran tertentu seperti antara majikan dengan budaknya juga bisa seperti antara kekasih dengan kekasihnya. Dosa itu ibarat tindakan penyelewengan budak kepada majikannya atau perselingkuhan kekasih terhadap kekasihnya. Tindakan penyelewengan itu akan membuat hubungan antara budak dengan majikannya menjadi retak atau sedikit longgar. Hal ini tentu akan merugikan budaknya itu sendiri.
Budak atau pembantu pada umumnya, apalagi kalau yang baik, itu akan merasa salah tingkah hanya dengan muka masam majikannya. Dia akan mengoreksi diri apa gerangan kesalahan yang ia perbuat? Untuk mengawali atau membuka pembicaraan kepada majikannya, apalagi pada saat muka majikannya sedang masam, ia akan memohon maaf, meskipun belum tentu ia bersalah. Cara mencairkan suasana memang pas kalau diawali dengan permohonan maaf. Bagaimana dengan kita yang, karena tempatnya salah dan lupa itu, tentu banyak dosa ini? Beristighfarlah saudaraku. Semoga segala dosa-dosa kita diampuni Allah. Dan Allah berkenan dengan kita sehingga menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang solih. Amien ya robbal ‘alamien.
Demikian semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Amien
Salam Sukses Bahagia
By Nur Muhid


Ingin Umroh??? Ada kendala biaya???? Mau kerja  sampingan????
Silakan kontak 0852 258 5657

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda