Senin, 26 April 2010

Benarkah Kita Menyembah Allah???

Bismillahirrohmaanirrohiim
Dalam Al Qur’an ada kalimat-kalimat yang bersifat metafora, untuk memahaminya membutuhkan pemikiran yang mendalam, kadang perlu dihubungkan dengan sejarah atau yang lain. Sebagai contoh tentang pencarian Tuhan oleh nabi Ibrorim. Beliau awalnya menganggap bintang sebagai Tuhan.
Bintang ini dapat bermakna materiil benda angkasa, namun dapat dimaknai sebagai prestasi atau jabatan. Sejak kecil kita diajari untuk merasa bangga dengan bintang kelas. Kemudian semakin besar, kita mengenal bintang lapangan, bintang tamu, bintang televisi, bintang radio, bintang kehormatan yang disematkkan di dada, bintang film, bintang musik dan lain sebagainya.
Pola pendidikan dan lingkungan yang mengajarkan kepada kita untuk mengagungkan bintang itu, membuat sebagian banyak orang rela mengorbankan segalanya demi mendapat gelar bintang ini. Warisan mengagungkan bintang ini, pada satu sisi adalah baik karena memotivasi anak agar berprestasi, giat belajar, mendorong supaya lebih kreatif.


Namun pada sisi yang lain, kalau tidak hati-hati, hal ini dapat merusak aqidah, menjadikan generasi penerus menjadi musyrik.
Buktinya, banyak di antara kita yang masih suka membangga-banggakan prestasi (bintang) dirinya, juga prestasi dari anaknya, dari saudaranya, dari sahabatnya, dari partainya, dari golongannya, dari sukunya, dari bangsanya dan seterusnya. Kadar kebanggaannya terhadap prestasi itu lebih besar daripada kadar kebanggaannya terhadap Tuhannya.
Oleh karena itu, kita harus mengembalikan fungsi dari pengajaran membangga-banggakan/ mengaung-agungkan prestasi itu. Yaitu agar kita termotivasi untuk mengoptimalkan potensi kita. Sembari mengajarkan aqidah yang benar agar kita dan generasi penerus kita tidak jatuh pada perbuatan syirik.
“....Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia (Ibrohim) berkata “Saya tidak suka kepada yang tenggelam” ....” (QS Al An’am; 76). Sebagaimana bintang yang bermakna presasi itu pun akan tenggelam oleh prestasi generasi berikutnya. Selama-lama menjadi bintang kelas di kelas yang sama hanyalah setahun, dia naik kelas dan diganti oleh bintang kelas yang lain. Tidak mungkin dia mempertahankan menjadi bintang kelas di kelas yang sama selama dua tahun. Begitu juga dengan bintang-bintang yang lain, ia pasti akan tergeser dengan munculnya bintang yang baru.
“Kemudian tarkala dia (Ibrohim) melihat bulan terbit, dia berkata “Inilah Tuahnku” .... “(QS Al An’am; 77). Ayat ini jelas menunjukkan bahwa pada tahap keduanya, nabi Ibrohim menganggap bulan sebagai Tuhannya. Bulan adalah simbol dari ketampanan, kecantikan, keindahan, penampilan. Sebagaimana naluriyah manusia, setelah menginjak remaja, mereka senang pada penampilan yang menarik, senang berhias, senang mode dan sebagainya yang bersifat good looking.
“Kemudian tarkala dia (Ibrohim) melihat matahari terbit, dia berkata “Inilah Tuahnku. Ini yang lebih besar” .... “(QS Al An’am; 78). Pada tahap ketiganya nabi Ibrohim menganggap matahari sebagai Tuhannya. Matahari adalah simbol dari harta, uang, materi. Keinginan untuk mencari duit/ harta akan muncul setelah manusia mencapai usia dewasa.
Matahari memang menyilaukan bila dilihat langsung pada siang bolong, sama seperti harta, banyak yang silau dengan harta. Demi harta/ duit ini, mereka rela melakukan apa saja. Ada yang rela kepanasan setiap hari seperti petani, tukang bangunan. Ada yang rela jaga di malam hari seperti satpam. Ada yang rela menjual harga dirinya. Ada yang rela tidur di kuburan seperti pencari nomor togel. Bahkan bos besar pun rela lembur kalau proyek mereka menjelang deadline sementara pekerjaan belum kelar.
Matahari pun akhirnya harus tenggelam bila telah datang waktunya. Begitu juga naluriyah manusia pada umumnya, setelah mendapatkan apa yang dicarinya, tidak beberapa lama ia akan bosan juga. Orang yang baru kuat beli sepatu, ia akan selalu ingat sepatunya, menaruh pun akan hati-hati kuatir diambil orang. Tapi selang beberapa bulan, ia mulai bosan dengan sepatunya. Ingin rasanya mencari ganti sepatu lagi.
Orang yang baru kuat beli sepeda motor akan sangat merasa bangga dengan sepeda motornya, sering dilap, dicuci, disenggol kasar sedikit saja dia akan marah. Karena bangganya terhadap sepeda motornya itu, sampai-sampai begitu bangun pagi, yang ingin dilihat pertama adalah sepada motornya masih ada apa tidak. Namun setelah beberapa bulan, sepada motornya sudah mulai kurang menarik. Mencucinya sudah tidak sesering dulu, kalau bangun sudah tidak sepenasaran dulu ingin lihat sepeda lagi.
Kalau semua sudah dapat dipenuhinya, ia akan mulai merasa “Kok cuma gini ya”. Penelitian terhadap para milyader yang berpenghasilan lebih satu milyar per bulan ketika memasuki usia 50 tahun atau lebih, mereka akan merasa bahwa bukan ini yang aku cari, mereka merasa ada sesuatu yang bermakna di luar materi.
“Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Wajah yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus. Dan aku bukan termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya” (QS Al An’am; 79).
Pencarian nabi Ibrohim terhadap Allah (secara bahasa berarti idola) akhirnya menuju pada satu Tuhan saja. Meninggalkan pengagungan terhadap prestasi, penampilan, materi/harta untuk hanya mengagungkan Allah saja. Pengagungan terhadap simbol bintang, bulan dan matahari itu hakekatnya adalah syirik belaka.
Oleh karena itu, kewajiban kita adalah mengikis habis pengagungan terhadap simbol-simbol tersebut untuk diarahkan kepada pengagungan yang seharusnya diagungkan yaitu Allah. Ini memang tidak mudah, namun bukan sesuatu yang mustahil. Kita bisa melakukan ini karena ada contoh manusia mulai yang dapat melakukannya, yaitu nabi Ibrohim.
Demikian, kurang lebihnya mohon maaf. Tak lupa berdoa semoga kita diberi kekuatan dan pertolongan untuk dapat mengikis habis pengagungan terhadap sesuatu selain Allah. Amin.
Salam Sukses Bahagia
By Nur Muhid.
Ingin Umroh?? Ada kendala biaya??? Mau kerja sampingan
Silakan kontak 0852 2580 5657


Label: , ,

1 Komentar:

Pada 11 Agustus 2011 pukul 02.16 , Blogger Unknown mengatakan...

selain pintar dalam hal agama, anda adalah sesosok Guru yang sangat berdedikasi tinggi. salam peluk dari saya pak nur, murid bpk dulu :)

(kalau masih inget hehehe)

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda