Senin, 22 Maret 2010

Ikhlas 2

Bismillahirrohmaanirrohiim
Untuk memahamkan suatu masalah itu kadang perlu banyak contoh atau ibarat, karena dengan ibarat-ibarat itu, orang akan menjadi mudah merasakan gambaran yang dimaksud atau memperjelas pemahaman terhadap persoalan tertentu, sehingga dengan demikian akan menghindari pemahaman yang salah.
Jaman dulu, menjadikan budak sebagai hadiah kepada orang yang terhormat itu sudah menjadi hal yang biasa dan tidak tabu. Bukti bahwa itu dulu benar terjadi adalah bahwa nabi Muhammad pernah mendapat hadiah berupa budak wanita yang bernama Maria Al-Qabtiyya dari raja Mesir.
Sekarang tradisi itu masih juga diterapkan, namun mereka malu bila hal itu dikatahui oleh masyarakat umum, karena yang diberikan itu bukan budak dalam arti yang sebenarnya, tapi “budak” nafsu berupa wanita muda layaknya lonte, contohnya;



ketika ada acara menyambut kunjungan dari atasan di hotel mewah, diberinya pula ‘welcome fruit’ berupa wanita cantik atau contoh lainnya; ketika orang ingin mendapat tender, ia akan memberi hadiah macam-macam termasuk hadiah yang berupa ‘budak’ itu kepada pimpro (pimpinan proyek) atau semacamnya, supaya ia diberi tender atau dimenangkan dalam lelang tendernya.
Kembali ke soal ikhlas. Beribadah itu ibarat memberi hadiah, begitulah kata Imam Ghozali. Bila kita beribadah dengan benar secara syariat/fiqih itu ibarat memberi hadiah berupa budak yang cantik. Dan jika kita beribadah dengan ikhlas dan hadir hatinya itu ibarat memberi hadiah berupa sesuatu yang bernyawa.
Jadi, bila kita beribadah namun hati kita tidak ikhlas dan tidak hadir hatinya, itu ibarat seperti kita memberikan hadiah berupa budak yang tanpa nyawa. Bayangkanlah bila yang diberi hadiah itu adalah manusia pada umumnya, maka ketika diberi hadiah seperti itu, meskipun mayat budak wanita itu cantik, atau gagah dan besar kalau budak itu pria, mungkin satu sisi ia senang karena dihormati dengan diberi hadiah, tapi pada sisi yang lain ia juga sedih karena tahu bahwa hadiahnya itu hanya akan menambah kerepotannya saja. Sebagian mungkin malah akan marah kalau diberi hadiah mayat seperti itu, karena menangkap bukan sebagai hadiah tapi sebagai bentuk penghinaan kepadanya.
Kalau selama ini kita beribadah salat dan kita merasa cukup hanya dengan khusyuk ketika takbir saja, dengan alasan bahwa bagi orang awam itu sudah dianggap khusyuk semua salatnya asal pada saat takbir sudah khusyuk. Itu bisa diibaratkan seperti memberi hadiah berupa budak yang lumpuh separo tubuhnya. Lalu untuk apakah hadiah yang seperti itu? Dipanjang di ruang tamu, tidak layak. Ditaruh di kamar, malah merepotkan. Disimpan di gudang, bukan barang mati. Jadi, pada hakekatnya hadiah yang semacam ini hanya akan menambah beban yang tidak menyenangkan saja.
Kesimpulannya; marilah kita senantiasa berupaya untuk dapat beribadah secara sempurna baik secara lahir maupun batin. Tidak merasa cukup hanya dengan sudah bisa beribadah secara sempurna, namun ternyata baru sempurna secara syariat saja. Ambil “hati” Tuhan dengan mempersembahkan yang terbaik.
Demikian ulasan sederhana ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan semoga kita senantiasa diberi kekuatan dan pertolongan Allah sehingga kita dapat beramal dengan ikhlas semata-mata karena Allah saja. Amien ya robbal ‘alamien
Salam Sukses Bahagia
By Nur Muhid


Ingin Umroh??? Ada kendala biaya???? Mau kerja  sampingan????
Silakan kontak 0852 2580 5657

Label: , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda