Sabtu, 27 Februari 2010

Tip atasi kecewa

-->Bismillaahirrohmaanirrohiim Mengapa kita sering kecewa telah bekerja keras bila kita mengalami kegagalan? Mengapa kita sering merasa menyesal telah beribadah bila masalah kita tak kunjung selesai? Mengapa kita merasa sia-sia telah berjuang bila apa yang kita harapkan itu tidak kunjung terwujud?
Di dalam kitab Hikam disebutkan bahwa yang secara bebas artinya “Sebagian dari indikator orang yang mengandalkan usahanya, adalah harapannya akan mudah goyah ketika muncul kesalahan.” Artinya orang yang mengandalkan usahanya akan mudah kecewa ketika harapannya tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya; orang yang telah lama bekerja keras, ibaratnya sampai kaki dijadikan kepala, kepala dijadikan kaki, namun kok masih belum kaya juga. Padahal ia mengetahui ada orang yang kalah rajin kerjanya dibandingkan dirinya kok sudah jauh lebih kaya.

Disebabkan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapannya ini, akhirnya dia putus asa, ia merasa kecewa telah bekerja keras karena hasil akhirnya cuma demikian. Kadang timbul pula pikiran yang mempertanyakan keadilan dan keberadaan Allah, mengapa Allah tidak memberi hasil sesuai dengan apa yang ia usahakan? Ini tidak adil!
Atau contoh lainnnya; orang yang sakit, padahal telah pergi berobat ke mana-mana, dengan biaya yang banyak pula, tapi kok ya belum sembuh, sedang tetangganya yang sakitnya lebih parah dari dirinya kok sudah sembuh cukup dengan hanya minum jamu, murah pula harganya. Sebab membandingkan keyataan itu, ia pun kecewa, ia menyesal telah mengeluarkan biaya banyak, ia merasa galau karena faktanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kalau tahu hasilnya akan seperti ini, dari dulu tidak usah berobat saja, katanya dalam hati.
Contoh lainnya; orang yang telah beribadah dengan tekun, salat berjamaahnya ia jaga dengan baik, tapi kok masalahnya seperti datang terus bertubi-tubi, seakan-akan tiada henti-hentinya. Padahal ia melihat seakan-akan orang lain yang tidak serajin ia dalam beribadahnya seperti hidup tanpa masalah. Sehingga timbul perasaan kecewa, merasa percuma beribadah dengan rajin. Timbul pula keinginan untuk bermalas-malas dalam beribadah, bahkan kalau saja tidak ada sangsi berat bagi yang meninggalkan salat, ia tidak akan pernah salat lagi, percuma! Karena ia merasa bahwa salat tidak membantu menyelesaikan masalah-masalahnya. Hanya menyita waktu saja, bisiknya dalam hati.
Demikian itulah gambaran bagi siapa saja yang bergantung kepada amal atau usahanya dalam kehidupan ini. Orang yang bergantung kepada amal atau usahanya, ketika berhasil akan merasa bahwa dirinya hebat (ujub), kesuksesannya adalah dikarenakan upaya kerja kerasnya. Ia menganggap bahwa Allah seperti tidak ada atau sengaja tidak dianggap ada, atau dianggap ada tapi sama sekali tidak berperan dalam kesuksesannya itu. Padahal sesungguhnya ia sedang tertipu, ia menyaingi Allah, sesuatu yang mustahil dilakukan oleh seorang hamba. Tanpa seijin Allah, ia tidak bakal pernah sukses. Sesungguhnya ia lemah dan remeh, tapi merasa kuat dan hebat.
Sebaliknya, orang yang bergantung kepada amalnya kalau mengalami kegagalan, ia akan mudah kecewa, seperti gambaran di atas tadi. Padahal semua amal itu, kalau diniatkan secara ikhlas, tidak ada yang sia-sia barang sekecil apa pun. Perjuangan sekecil apa pun akan diberi balasan, bekerja seremeh apa pun akan diberi upah, biaya berobat sesedikit apa pun akan menjadi amal kebaikan. Jadi apa yang harus kita kecewakan lagi, bila semua yang telah kita lakukan itu akan diberi balasan, semua yang kita lakukan akan diberi upah, semua yang kita lakukan akan menjadi amal kebaikan bagi kita. Tidak ada yang sia-sia sedikit pun. Manusia tidak akan didlolimi sekecil apa pun.
Berarti semua yang kita lakukan itu sesungguhnya adalah keberhasilan bagi kita, kesuksesan bagi kita, kesuksesan yang akan kita nikmati di akhirat nanti. Disebut kesuksesan karena kita telah berhasil berbuat sesuatu, sebab Allah tidak akan menanyakan seperti apa hasilnya, tapi seperti apa prosesnya. Jadi mestinya tidak ada yang perlu kita kecewakan bila kita telah melakukan sesuatu, terlepas apakah ada hasilnya atau tidak. Karena hasil atau tidaknya itu bukan wewenang kita.
Kesimpulannya bahwa orang yang bergantung pada amalnya itu akan jatuh pada dua kemungkinan yang sama buruknya.
1. menjadi ujub (merasa hebat) sehingga tidak menganggap bahwa Allah itu ikut berperan dalam kesuksesannya.
2. menjadi suul adab (jeleknya adabnya) kepada Allah, seperti berani memastikan sesuatu yang belum terjadi, seperti itu pasti kalah, itu pasti gagal, itu pasti menang, lancang terhadap keputusan Allah. Contoh suul adab lainnya adalah menuduh Allah tidak adil, karena sudah bekerja kok tidak diberi hasil, sudah berobat kok tidak diberi sembuh, sudah beribadah kok masih banyak masalah, dst.
Jadi, agar kita bisa selamat dari dua kemungkinan buruk itu, kita harus mempunyai sikap;
a. jangan bergantung kepada amal yang kita lakukan, karena tugas kita adalah beramal/ berupaya, bukan pada menghasilkan atau tidaknya sesuatu,
b. berantung hanya kepada Allah, serahkan segala sesuatunya kepada keputusan Allah semata, termasuk hasil tidaknya dari proses yang kita lakukan itu,
c. beramal dengan ikhlas karena Allah semata. Jangan beramal karena menginginkan hasil tertentu, sebab apa-apa yang kita lakukan itu pasti akan diberi balasan yang setimpal dan tidak akan pernah didlolimi sedikit pun oleh Allah.
Demikian ulasan sederhana ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan semoga kita senantiasa diberi kekuatan dan pertolongan Allah sehingga kita dapat beramal dengan ikhlas semata-mata karena Allah saja. Amien ya robbal ‘alamien
Salam Sukses Bahagia
By Nur Muhid
-->
Ingin Umroh??? Ada kendala biaya???? Mau kerja  sampingan????
Silakan kontak 0852 2580 5657


Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda