Minggu, 29 Maret 2015

Pakaian: Antara Fungsi dan Gengsi

Bismillaahir rohmaanir rohiim
Wahai anak adam, sungguh telah Kami turunkan kepadamu pakaian yang menutupi aib-mu, dan menjadi perhiasan (bagimu)… (QS. Al-A’raf: 26)

Merebaknya trend dan mode dalam kehidupan manusia, telah merambah segala bidang tak terkecuali bidang pakaian. Bidang terakhir ini, bahkan terindikasi sebagai bagian yang paling dinamis dalam perkembangannya. Ada banyak mode, trend, gaya dan lain-lain yang berubah dan berkembang begitu cepatnya. Perubahan ini tentu sebagai bagian dari kreasi dan kreativitas manusia dalam memenuhi ‘seleranya’.

Fakta ini seajatinya menunjukkan betapa kebutuhan manusia tidak hanya berkisar pada persoalan fungsi sesuatu, tapi kerapkali telah bergeser merujuk dan mendasarkan pada gengsi. Betapa tidak, munculnya trend, baik dalam bentuk maupun merek tertentu kerapkali dijadikan tolok ukur bagi status pemakaianya. Tak pelak, hal ini memicu persaingan yang kadang –dan seringkali- lebih mengedepankan gengsi dan ‘melupakan’ fungsi.
Pakaian dalam Islam merupakan hal yang penting. Ini terkait dengan aturan normatif dasar Islam yang mewajibkan umatnya untuk menutup aurat, baik dalam hal peribadatan maupun tatkala berinteraksi dengan sesama. Hal ini dipahami sebagai aturan etik Islam yang menuntun pemeluknya untuk berprilaku positif, dengan menutup aurat yang dalam makna aslinya semakna dengan aib. Dengan demikian, apa yang tak layak diperlihatkan, baik dalam skala publik maupun pribadi tatkala beribadah, sudah selayaknya tidak diperlihatkan.
Namun, di sisi lain, Islam sejatinya juga tidak menutup pintu kreativitas bagi umatnya, termasuk dalam persoalan pakaian. Islam amat menghargai sebuah kreativitas sepanjang tidak bertentangan dengan nilai dasar Islam. Dalam hal ini, Islam menetapakan beberapa nilai dasar yang terkait dengan fungsi pakaian. Pertama, lituhsinakum min ba’sikum (Melindungi dari ancaman). Dalam hal ini pakaian memiliki fungsi yang amat urgen yaitu fungsi proteksi dimana keberadaan pakaian dimaksudkan untuk melindungi pemakainya. Dalam batasan ini, dapat muncul beragam jenis pakaian yang berbeda karena adanya perbedaan kondisi alam, misalnya pakaian jenis wol yang tebal di daerah bersuhu dingin. Perbedaan ini didasarkan fungsi proteksi yang bisa jadi berbeda antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Keragaman yang muncul ini, dengan demikian, sama sekali tidak bertentangan dan juga tidak dilarang oleh Islam. Islam tidak pernah bermaksud melakukan penyeragaman, karena memang wilayah jangkauan Islam yang tidak seragam, dimana di dalamnya muncul ragam perbedaan baik pada sisi geografis, maupun sosiologis.
Kedua, yuwari Sautikum (Menutupi  Aib). Aib dalam batasan ini adalah apa yang kita kenal dengan aurat. Islam telah  menetapkan batasan aurat sebagaimana disebutkan dalam berbagai literatur fikih, meskipun dengan beberapa perbedaan pendapat dikalangan ahli. Fungsi kedua ini, mengisyaratkan bahwa dalam diri dan tubuh manusia ada bagian tertentu yang mesti ditutupi dan dengan demikian diarang dijadikan sebagai wilayah ‘konsumsi publik’. Hal ini karena bagian-bagian tersebut merupakan wilayah pribadi yang jika terbuka akan menimbulkan efek negarif baik bagi pelaku maupun orang lain. Dalam batasan ini, pakaian memilki fungsi yang terkait langsung dengan rasa ketaatan seorang Muslim terhadap tata aturan yang ditetapkan oleh agama. Karenanya, jika ini dilakukan disertai dengan niat yang baik untuk mematuhi aturan agama, maka akan berbuah pahala, dan sebaliknya, jiia dilanggar akan menuai dosa.
Ketiga, warisya (Kebanggaan). Bagaimanapun juga, tak dapat dipungkiri bahwa pakaian memiliki fungsi kebanggan. Hal ini dapat dipahami bahwa dari pakaian tertentu dapat diketahui identitas pemakainya. Ada banyak ragam dan corak pakaian yang masing-masing menyimpan satu lambang ‘kebanggan’ bagi pemakaianya. Dalam tradisi kemanusiaan, kita melihat bagaiamana sebuah pakaian melambangkan kebesaran bagi pemakainya yang dengan demikian mengandung nilai kebanggan. Kebanggaan di sini bukanlah dalam arti kesombongan, tapi lebih sebagai penegasan identitas. Sebagai Muslim misalnya, tentu kita memiliki pakaian yang sesuai dengan norma Islam, sehingga tatkala dipakai dapat sekaligus menunjukkan identitas kita sebagai seorang Muslim. Ini penting, sebab bagaimanapun penegasan identitas adalah hal yang mesti dimiliki sebagai bagian dari penegasan eksistensi. Disinilah pakain turut memainkan peran pentingnya.
Merunut paparan di atas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ‘kaffah’ turut memberikan aturan dan batasan yang terkait dengan pakaian. Aturan ini bukanlah dimaksudkan untuk mengekang kebebasan dan kreativitas insani, tapi lebih sebagai rambu-rambu yang memberikan aturan dasar mengenai apa sejatinya fungsi dari pakaian. Selebihnya, manusia bebas berkreativitas dan mencipta ragam bentuk pakaian, sepanjang tetap memenuhi fungsi dasar yang telah ditetapkan. Disisi lain, ini juga mengajarkan bahwa yang terpenting dari sebuah pakaian adalah terpenuhinya semua fungsi yang ada, dan bukan karena mengejar gengsi semata.  Sebab,  gengsi adalah rasa ‘ketidakpuasan’ yang tiada akhir,  dan ini cenderung memberatkan kita. Jika ini dapat menjadi pola pikir dan pertimbangan setiap kita, maka apa yang kita lakukan terakait dengan busana, tidak akan terjerumus dalam kesalahan dan ‘dosa’, sebaliknya akan selalu memanen pahala. Smoga!
Oleh: Fa-Hiem
Salam Sukses Bahagia
Ingin Umroh??? Ada kendala biaya??? Mau kerja sampingan???
Silakan kontak  0852 2580 5657

Label: , , , , , , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda