Pakaian: Antara Fungsi dan Gengsi
Bismillaahir
rohmaanir rohiim
Wahai anak adam, sungguh telah Kami
turunkan kepadamu pakaian yang menutupi aib-mu, dan menjadi perhiasan (bagimu)…
(QS. Al-A’raf: 26)
Merebaknya trend dan
mode dalam kehidupan manusia, telah merambah segala bidang tak terkecuali
bidang pakaian. Bidang terakhir ini, bahkan terindikasi sebagai bagian yang
paling dinamis dalam perkembangannya. Ada banyak mode, trend, gaya dan
lain-lain yang berubah dan berkembang begitu cepatnya. Perubahan ini tentu
sebagai bagian dari kreasi dan kreativitas manusia dalam memenuhi ‘seleranya’.
Fakta ini seajatinya
menunjukkan betapa kebutuhan manusia tidak hanya berkisar pada persoalan fungsi
sesuatu, tapi kerapkali telah bergeser merujuk dan mendasarkan pada gengsi.
Betapa tidak, munculnya trend, baik dalam bentuk maupun merek tertentu
kerapkali dijadikan tolok ukur bagi status pemakaianya. Tak pelak, hal ini
memicu persaingan yang kadang –dan seringkali- lebih mengedepankan gengsi dan
‘melupakan’ fungsi.
Pakaian dalam Islam
merupakan hal yang penting. Ini terkait dengan aturan normatif dasar Islam yang
mewajibkan umatnya untuk menutup aurat, baik dalam hal peribadatan maupun
tatkala berinteraksi dengan sesama. Hal ini dipahami sebagai aturan etik Islam
yang menuntun pemeluknya untuk berprilaku positif, dengan menutup aurat yang
dalam makna aslinya semakna dengan aib. Dengan demikian, apa yang tak layak
diperlihatkan, baik dalam skala publik maupun pribadi tatkala beribadah, sudah
selayaknya tidak diperlihatkan.
Namun, di sisi lain,
Islam sejatinya juga tidak menutup pintu kreativitas bagi umatnya, termasuk
dalam persoalan pakaian. Islam amat menghargai sebuah kreativitas sepanjang
tidak bertentangan dengan nilai dasar Islam. Dalam hal ini, Islam menetapakan
beberapa nilai dasar yang terkait dengan fungsi pakaian. Pertama, lituhsinakum min ba’sikum (Melindungi dari ancaman). Dalam
hal ini pakaian memiliki fungsi yang amat urgen yaitu fungsi proteksi dimana
keberadaan pakaian dimaksudkan untuk melindungi pemakainya. Dalam batasan ini,
dapat muncul beragam jenis pakaian yang berbeda karena adanya perbedaan kondisi
alam, misalnya pakaian jenis wol yang tebal di daerah bersuhu dingin. Perbedaan
ini didasarkan fungsi proteksi yang bisa jadi berbeda antara satu wilayah
dengan wilayah yang lain. Keragaman yang muncul ini, dengan demikian, sama
sekali tidak bertentangan dan juga tidak dilarang oleh Islam. Islam tidak
pernah bermaksud melakukan penyeragaman, karena memang wilayah jangkauan Islam
yang tidak seragam, dimana di dalamnya muncul ragam perbedaan baik pada sisi
geografis, maupun sosiologis.
Kedua, yuwari Sautikum (Menutupi Aib).
Aib dalam batasan ini adalah apa yang kita kenal dengan aurat. Islam telah menetapkan batasan aurat sebagaimana
disebutkan dalam berbagai literatur fikih, meskipun dengan beberapa perbedaan
pendapat dikalangan ahli. Fungsi kedua ini, mengisyaratkan bahwa dalam diri dan
tubuh manusia ada bagian tertentu yang mesti ditutupi dan dengan demikian
diarang dijadikan sebagai wilayah ‘konsumsi publik’. Hal ini karena
bagian-bagian tersebut merupakan wilayah pribadi yang jika terbuka akan
menimbulkan efek negarif baik bagi pelaku maupun orang lain. Dalam batasan ini,
pakaian memilki fungsi yang terkait langsung dengan rasa ketaatan seorang
Muslim terhadap tata aturan yang ditetapkan oleh agama. Karenanya, jika ini
dilakukan disertai dengan niat yang baik untuk mematuhi aturan agama, maka akan
berbuah pahala, dan sebaliknya, jiia dilanggar akan menuai dosa.
Ketiga, warisya (Kebanggaan). Bagaimanapun juga, tak dapat dipungkiri bahwa
pakaian memiliki fungsi kebanggan. Hal ini dapat dipahami bahwa dari pakaian
tertentu dapat diketahui identitas pemakainya. Ada banyak ragam dan corak
pakaian yang masing-masing menyimpan satu lambang ‘kebanggan’ bagi pemakaianya.
Dalam tradisi kemanusiaan, kita melihat bagaiamana sebuah pakaian melambangkan
kebesaran bagi pemakainya yang dengan demikian mengandung nilai kebanggan.
Kebanggaan di sini bukanlah dalam arti kesombongan, tapi lebih sebagai
penegasan identitas. Sebagai Muslim misalnya, tentu kita memiliki pakaian yang
sesuai dengan norma Islam, sehingga tatkala dipakai dapat sekaligus menunjukkan
identitas kita sebagai seorang Muslim. Ini penting, sebab bagaimanapun penegasan
identitas adalah hal yang mesti dimiliki sebagai bagian dari penegasan
eksistensi. Disinilah pakain turut memainkan peran pentingnya.
Merunut paparan di
atas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ‘kaffah’ turut memberikan aturan
dan batasan yang terkait dengan pakaian. Aturan ini bukanlah dimaksudkan untuk
mengekang kebebasan dan kreativitas insani, tapi lebih sebagai rambu-rambu yang
memberikan aturan dasar mengenai apa sejatinya fungsi dari pakaian. Selebihnya,
manusia bebas berkreativitas dan mencipta ragam bentuk pakaian, sepanjang tetap
memenuhi fungsi dasar yang telah ditetapkan. Disisi lain, ini juga mengajarkan
bahwa yang terpenting dari sebuah pakaian adalah terpenuhinya semua fungsi yang
ada, dan bukan karena mengejar gengsi semata.
Sebab, gengsi adalah rasa
‘ketidakpuasan’ yang tiada akhir, dan
ini cenderung memberatkan kita. Jika ini dapat menjadi pola pikir dan
pertimbangan setiap kita, maka apa yang kita lakukan terakait dengan busana,
tidak akan terjerumus dalam kesalahan dan ‘dosa’, sebaliknya akan selalu
memanen pahala. Smoga!
Oleh:
Fa-Hiem
Salam Sukses Bahagia
Ingin
Umroh??? Ada kendala biaya??? Mau kerja sampingan???
Silakan kontak
0852 2580 5657Label: aurat, bidang, dinamis, etik, gaya, gengsi, islam, mode, trend
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda