Spirit Pendidikan dalam Tauhid
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Nama Luqman al-Hakim adalah
salah satu nama istimewa yang tercantum dalam al-Qur’an. Ia adalah sosok
manusia biasa, namun memiliki prestasi dan keistimewaan atas nasehat-nasehat
yang ia berikan kepada putranya. Nasehat-nasehat ini mencerminkan sebuah
pendidikan yang diletakkan orang tua terhadap anaknya. Demikian istimewa,
hingga Allah berkenan menjadikannya teladan dalam al-Qur’an, dan dengan
demikian selayaknya menjadi ‘acuan’ kita sebagai umat setelahnya. Satu diantara
prinsip pendidikan Luqman adalah tauhid, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
Luqman menekankan aspek
ketauhidan kepada anaknya sebagai satu
pondasi bagi pendidikan selanjutnya. Tauhid merupakan upaya mendidik jiwa agar
selalu mengaitkan seluruh aktivitas hidup, hanya kepada Allah. Ini adalah hal
yang amat penting dan mendasar. Sebab, dengan modal tauhid yang kokoh, seorang
anak akan memiliki basis kepercayaan kepada sang Maha Pencipta, dan ini akan
menjadi kontrol bagi dirinya dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Ia tidak
akan mudah goyah dengan berbagai ‘rayuan’ hidup yang barangkali akan membawanya
kepada ‘jalan menyimpang’. Semua persoalan yang ia hadapi, akan selalu ia ukur
dengan ketauhidan yang telah tertanam dalam hati.
Tauhid, disamping terkait
dengan aspek keimanan an-sich, juga memiliki dimensi pendidikan dalam konteks
kehidupan yang lain, yaitu mengajarkan kemandirian. Mereka yang dengan
kayakinannya ‘hanya’ mengakui Allah sebagai penentu segala sesuatu, akan memiliki
semangat optimism dan kemandirian, sebab segalanya ia gantungkan kepada Allah
semata. Ini penting, mengingat pendidikan kita saat ini, kerapkali mengajarkan
‘ketakutan hidup’ dan jarang mengajarkan kemandirian yang mapan.
Selanjutnya, tauhid mengajarkan
sebentuk sikap hidup yang selalu fokus dalam menjalani kehidupan. Artinya,
dengan tauhid orang diajarkan untuk selalu melihat sesuatu yang hendak dicapai
sebagai satu titik focus yang tidak bias, dan dengan demikian, seluruh energi
dan kesempatan yang ia miliki ia tujukan kepada tujuan yang hendak ia capai.
Dengan tauhid, kita diajarkan untuk membuat rancangan yang matang tentang apa
yang hendak kita lakukan, meyakininya sebagai sesuatu yang mesti dicapai, dan bersikap fokus untuk
mendapatkannya. Lawan dari tauhid adalah syirik, yang apabila kita maknai dalam
konteks ini berarti mendua, bercabang dan tidak fokus. Sikap ini, dalam sebuah
model pendidikan, mestinya dieliminir dan sedapat mungkin diganti dengan
‘kemenyatuan’ antara kita dengan tujuan pendidikan kita.
Mestinya, dalam setiap laku
pendidikan kita, mesti ditentukan titik tekan yang menjadi fokus dan tujuan.
Kerapkali kita melihat sebuah pendidikan yang ‘tidak jelas’ dan cenderung bias dari sisi tujuan dan pencapaian. Dalam
konteks ini, tak salah kiranya bila kita melihat slogan pendidikan Barat: “ Know Little but More (mengetahui sedikit
objek, tapi mendalam, serius dan detail)”.
Inilah pendidikan yang berbasis kepada titik fokus. Sedangkan kita lebih
sering menerapkan slogan: “Know more but
Little (mengerti tentang banyak hal, namun semuanya serba sedikit alias tidak
mendalam dan detail)”. Membandingkan keduanya, akan terlihat bahwa
pendidikan model pertama mengajarkan kepada peserta didik untuk betul-betul
mampu dan menguasai materi belajar yang ia pelajari. Kata mampu tentu merujuk
kepada kompetensi yang benar-benar meyakinkan dalam arti kemampuan yang
sebenarnya, bukan sebentuk ‘rekayasa’. Dengan demikian, seorang pelajar yang
telah dinyatakan ‘selesai’ dari sebuah mata ajar, akan benar-benar menguasai
dan layak uji. Setelah itu, baru ia akan melangkah kepada titik fokus
berikutnya, hingga benar-benar menguasai dan –sekali lagi- layak uji. Pada
akhirnya, seluruh mata ajar yang ia terima diharapkan membentuk satu ide
sentral yang integratif dan komprehensif, dengan catatan, seluruhnya diajarkan
distardanrkan dengan target ketuntasan.
Memasuki ‘musim semi’ dalam
konteks tahun ajaran baru, sudah selayaknya kita semua: orang tua, para
pendidik, dan seluruh elemen yang berkepentingan dengan pendidikan, menyiapkan
perangkat pembelajaran baik yang bersifat teknis-aplikatif, maupun semangat
‘pembaharuan’ untuk bersama-sama menyongsong ‘musim semi’ pendidikan dengan
semangat dan metode pembelajaran yang lebih mengena. Dan, tak salah kiranya
bila aspek tauhid menjadi salah satu spiritnya. Smoga!
Oleh:
Fa-Hiem
Salam
Sukses Bahagia
Ingin Umroh??? Ada kendala biaya??? Mau
kerja sampingan???
Silakan kontak 0825 2580 5657
Label: basisi, dimensi, hidup, kokoh, modal, nasehat, pendidikan, prinsip, spirit, tauhid
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda