Minggu, 28 Maret 2010

Bekal kehidupan (khotbah)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذى خلق السموات والارض وجعل الظلمات والنور ثم الذين كفروا بربّهم يعدلون وهوالذى خلقكم من طين ثم قضى اجلا واجل مسمّى عنده ثم انتم تمترون وهو الله فى السموات وفى الارض يعلم سرّكم وجهركم ويعلم ما تكسبون اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله اللهم صل و سلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه ومن تبعه الى يوم الدين اما بعد عباد الله اوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتّقون قال الله تعالى القارعة ماالقارعة وما ادرىك ماالقارعة يوم يكون الناس كالفراش المبثوث وتكون الجبال كالعهن المنفوش
Jamaah solat jum’at rohimakumulloh
Pertama-tama marilah kita panjatkan segala puji dan syukur kehadirat Allah swt, semoga dengan puji dan syukur yang kita panjatkan ini akan menambah dan mendatangkan nikmat-nikmat dari Allah yang lain. Amin.
Solawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi agung Muhammad saw, semoga juga tercurah kepada keluarga beliau, kepada para sahabat beliau dan kepada siapa saja yang mengikuti beliau. Semoga solawat yang kita haturkan ini menjadikan kita dicatat dan diakui sebagai umat beliau sehingga di hari akhir nanti, kita mendapat syafaat dari beliau. Amin amin ya robbal ‘alamin


Melalui forum ini, ijinkanlah saya mengingat diri saya dan para jamaah agar senantiasa menjaga dan meningkatkan kualitas ketaqwaan kita kepada Allah swt, sehingga bila ajal nanti tiba menjemput kita, kita mati dalam keadaan bertaqwa kepada Allah, mati yang husnul khotimah. Amin
Jamaah solat jum’at rohimakumulloh
Ijinkanlah saya akan mengawali khotbah jum’at ini dengan sebuah hadits nabi yang berisi tentang persiapan menghadapi kiamat atau akhirat. Yaitu pada suatu ketika seorang sahabat nabi Muhammad saw yang bernama Abu Musa Al Asy’ariy bertanya kepada nabi. Pertanyaannya begini “Kapan kiamat itu terjadi, Wahai Rosululloh?” Kalau sahabat itu hidup di jaman sekarang, mungkin pertanyaan tersebut akan dikaitkan dengan apa yang terjadi saat ini. Jadi pertanyaanya bisa menjadi “Wahai Rosululloh, Apakah kiamat itu akan terjadi nanti pada tahun 2012, seperti yang diramalkan oleh suku maya itu?”
Atau “Apakah kiamat itu akan terjadi kalau lapisan ozon sudah berlubang seluas benua antartika yang luasnya setara dengan pulau jawa sebagaimana penemuan para ahli antariksa baru-baru ini?”.
“Apakah kiamat itu akan terjadi kalau ada planet asing yang bernama nibiru menyasar ke orbit bumi lalu menabrak bumi?”.
“Apakah kiamat itu akan terjadi kalau sudah ada badai matahari?”
Jamaah solat jum’at rohimakumulloh
Mendapat pertanyaan yang demikian dari Abu Musa itu, nabi menanggapi dengan balik bertanya “Apa yang engkau persiapkan untuk menghadapi kiamat itu?”. Kalau dalam bahasa kita kira-kira tanggapannya berbunyi begini “Kamu kok berani bertanya seperti itu, apa persiapanmu? Modalmu itu apa?”
Jawaban nabi yang diplomatis ini mengisyaratakn bahwa mempersiapkan bekal untuk menyambut hari akhir itu jauh lebih penting dari pada mengetahui kapan terjadinya kiamat. Apa artinya mengetahui kapan terjadinya kiamat, bila kita tidak mempunyai persiapan untuk itu?
Jadi yang penting adalah sudahkah kita mempersiapkan bekal untuk menghadapi kiamat itu? Kalau bekal sudah cukup, maka menjadi tidak terlalu penting kapan terjadinya kiamat. Besok atau lusa, atau tahun 2012 atau 2045 tidak ada bedanya. Sama saja. Yang membedakan adalah untuk apa waktu yang tersisa itu kita gunakan? Untuk menambah atau malah mengurangi bekal?
Kalau sekiranya dengan ditambahnya waktu itu akan membuat kita menjadi lebih baik dan lebih banyak bekalnya, maka mundurnya kiamat itu akan lebih baik bagi kita. Namun kalau sebaliknya, dengan ditambahnya waktu itu akan membuat kita menjadi lebih buruk, maka mundurnya kiamat adalah keburukan bagi kita.
Jamaah solat jum’at rohimakumulloh
Jawaban nabi yang berupa pertanyaan kepada Abu Musa itu, sesungguhnya tidak hanya ditujukan kepada Abu Musa saja, namun juga diarahkan kepada semua orang yang mengaku sebagai umat beliau. Ditujukan kepada kita semua yang mengaku diri beragama Islam ini. Apakah yang telah kita persiapkan untuk menghadapi kiamat itu?
Jamaah solat jum’at rohimakumulloh
Kiamat ini jangan hanya dimaknai dengan rusak binasanya alam ini saja, tapi juga maknailah dengan kematian setiap diri kita. Karena hakekat kiamat itu adalah batas dari dunia tempat kita menanam dengan akhirat tempat menuai hasilnya. Sama seperti kematian, ia adalah batas kita diberi kesempatan untuk menanam atau mempersiapkan bekal dengan alam barzah tempat kita mencicipi sebagaian dari apa yang kita tanam itu.
Oleh karena itu, bergegaslah untuk mencari bekal bagi kehidupan akhirat sebelum batas menanam itu berakhir. Carilah bekal itu sebelum kematian itu datang. Karena kalau peluit kematian telah ditiup, maka sejak saat itu kita sudah tidak akan dapat menanam lagi. Kalau bel kematian telah dibunyikan, maka sejak detik itu kita sudah tidak bisa menyiapkan bekal lagi.
Jamaah solat jum’at rohimakumulloh
Menanggapi pertanyaan nabi itu tadi, Abu Musa kemudian menjawab “Saya tidak mempersiapkan untuk hari kiamat itu dengan memperbanyak salat, tidak mempersiapkan dengan memperbanyak sedekah, tidak mempersiapkan dengan memperbanyak puasa ....”
Jamaah solat jum’at rohimakumulloh
Padahal yang namanya Abu Musa ini solatnya tekun, solat di awal waktunya, rutin jamaahnya, banyak solat sunnahnya, tapi Abu Musa mengaku tidak mempersiapkan bekal kiamat dengan solatnya itu. Beda dengan kita yang solatnya asal genap ini, yang sering tidak di awal waktunya, jamaahnya hanya pada solat tertentu saja, biasanya hanya pada solat maghrib dan isya’ saja, solat sunahnya jarang dilakukan, tapi kita justru mengandalkan solat yang demikian itu untuk menghadapi kiamat. Sungguh ironis kita ini bila dibandingkan dengan para sahabat nabi dulu.
Abu Musa ini juga seorang sahabat nabi yang gemar bersedekah, namun demikian beliau tidak mempersiapkan untuk hari kiamat itu dengan banyaknya sedekah itu. Hal ini sungguh beda dengan kebanyakan kita, yang suka menghitung-hitung berapa banyak yang telah kita sedekahkan, padahal hanya sedikit sekali dibandingkan dengan apa yang kita punya. Tidak ada lima persen dari seluruh harta yang kita miliki. Namun kita justru mengandalkan sedekah itu untuk bekal hari akhir.
Abu Musa ini adalah orang yang memperbanyak waktu siangnya untuk berpuasa, malamnya untuk salat tahajud, namun beliau juga tidak mempersiapkan untuk hari kiamat dengan banyaknya puasa itu. Padahal kebanyakan dari kita ini, kalau tidak bulan romadlon ya kita tidak puasa. Puasa senin dan kamis itu hanya kadang-kadang, itu pun karena ada unsur terpaksanya. Seperti itu puasa kita, namun kita seolah-olah telah mempunyai bekal yang cukup untuk menghadapi kiamat.
Jamaah solat jum’at rohimakumulloh
Lalu apa yang dipersiapkan oleh Abu Musa untuk menghadapi kiamat itu? Dalam dialog dengan nabi tadi, Abu Musa meneruskan jawabannya dengan mengatakan “.... tetapi saya mempersiapkan hari kiamat itu dengan cinta kepada Allah dan cinta kepada engkau, wahai Rosululloh”. Mendengar jawaban Abu Musa yang demikian itu, kemudian Nabi menimpalinya dengan bersabda “Engkau akan dikumpulkan bersama yang engkau cintai”. Hadits riwayat Bukhori dan Muslim.
Ya, Engkau akan dikumpulkan bersama yang engkau cintai. Demikian sabda nabi menutup dialog itu. Bagaimana dengan cinta kita? Semoga meskipun kita masih mencintai rumah kita, masih mencinta kendaraan kita, masih mencintai jabatan kita, masih mencintai anak istri kita, namun mudah-mudah juga kita masih mempunyai cinta kepada Allah dan rosul-Nya. Sehingga cinta kita kepada Allah dan rosul-Nya yang sedikit itu mudah-mudah dapat menolong kita di hari kiamat nanti. Amin
Demikian yang dapat saya sampaikan, kurang lebihnya saya mohon maaf. Mudah-mudahan kita senantiasa mendapat pertolongan Allah dalam mempersiapkan bekal akhirat, sehingga ketika kita mati nanti, kita mati dalam keadaan husnul khotimah. Amin.
بارك الله لى ولكم فى القران العظيم ونفعني واياكم بالايات وذكرالحكيم وتقبل الله منى ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم وقل رب اغفر وارحم وانت خير الرحيمين
Salam Sukses Bahagia
By Nur Muhid.


Ingin Umroh??? Ada kendala biaya???? Mau kerja  sampingan????
Silakan kontak  0852 2580 5657



Label: , ,


.. selengkapnya ..!

Jumat, 26 Maret 2010

Ihdinaa (tunjukilah kami)

“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”, kalimat permohonan ini terdapat dalam surat fatihah yang secara otomatis kita baca setiap kali kita solat. Dengan demikian kita telah mengulang-ulang permohonan ini dalam setiap harinya. Permohonan ini juga telah Allah respon. Tapi kita kadang kurang menyadari bahwa doa kita itu telah dikabulkan-Nya.
Jawaban Allah atas doa kita itu kadang dilewatkan melalui suara hati, seperti ada dorongan untuk melakukan kebaikan tertentu atau menjauhi keburukan tertentu. Kadang jawaban doa itu berbentuk teguran dari orang lain, misalnya ketika kita berbuat salah, kita ditegur orang, tetapi kadang kita sering tidak menyadari bahwa hal itu sebagai cara Allah menunjukkan kepada kita ke jalan yang lurus, sehingga kita sering tidak berkenan mendapat teguran itu.


Padahal kalau kita rela menerima teguran itu, lalu segera memperbaiki kesalahan kita, itu tidak akan membuat kita menjadi rendah, tapi justru sebaliknya yaitu menambah kesalutan orang lain kepada kita. Telah banyak terbukti bahwa seseorang yang ditegur dari kesalahannya, lalu ia segera memperbaiki kesalahannya, sikapnya itu justru membuat tambah salut orang lain kepadanya. Namun anehnya, rata-rata kita gengsi menerima teguran orang lain. Padahal kita kurang suka terhadap orang yang keras kepala, kita kurang senang kepada orang tidak mau menerima kritikan dari orang lain.
Jawaban Allah atas doa kita itu kadang dilewatkan melalui TV, kadang lewat bacaan, kadang lewat isyarat alam, lewat mimpi dan sebagainya, yang semuanya itu terjadi seolah-olah seperti kebetulan mengoreksi atau mentertawakan sikap, perilaku, pola pikir, kemalasan, keraguan, kebohongan, kedunguan kita. Yang bila kita peka terhadap itu semua, kita akan segera memperbaiki kesalahan-kesalahan kita. Atau melalui berbagai media itu tadi, kita merasa didukung, merasa dipacu, merasa diyakinkan bahwa kita berada pada jalan yang tepat, sehingga kita merasa perlu mengoptimalkannya.
Jawaban Allah atas doa kita itu kadang dilewatkan melalui sakit, kadang lewat kehilangan sesuatu, kadang lewat bencana. Betapa banyak orang bisa menyadari kesalahan-kesalahannya pada saat ia sakit, saat ia menderita. Sehingga setelah sembuh dari rasa sakit fisik atau setelah berlalu penderitaannya, ia berubah menjadi orang yang baik, orang yang ramah, orang yang dermawan, orang yang peduli kepada sesamanya.
Bila kita peka terhadap cara Allah memberi petunjuk kepada kita, maka kita akan dapat menyimpulkan bahwa Allah itu amat bijaksana dalam memberikan petunjuk-Nya. Awalnya petunjuk itu diberikan langsung ke hati kita, yaitu yang berujud suara hati. Namun banyak di antara kita yang mengabaikan suara hati itu. Kedua, bila dengan cara tadi tidak diterima, maka datanglah petunjuk Allah melalui orang lain atau media lain. Seperti dinasehati orang, tapi kadang juga tidak mempan. Nasehat belum lengkap disampaikan sudah ditinggalkan atau melalui TV malah diganti cannel. Lewat koran, hanya dibaca judulnya saja. Lewat buku, baru dibaca sebagian sudah ditutup dan tidak pernah dilanjutkan lagi.
Ketiga, jika petunjuk Allah itu masih saja tidak diterima dengan cara yang kedua ini, maka Allah akan memberikan petunjuk-Nya melalui peristiwa yang tidak menyenangkan. Seperti sakit, kehilangan sesuatu, kelupaan sehingga dimarahi orang, rugi dalam berusaha, kebentur kepalanya, kecelakaan ringan, ditipu orang, dimusuhi orang, difitnah orang, terkena bencana dan sebagainya.
Kesimpulannya, sesungguhnya petunjuk Allah itu telah diberikan dari berbagai arah dan dari berbagai cara, tinggal kita peka apa tidak memahami petunjuk-petunjuk Allah itu, mulai sekarang belajarlah memahami segala persoalan dari berbagai aspek, memahami berbagai peristiwa dari berbagai sudut supaya petunjuk Allah itu dapat kita tangkap dengan baik dan benar lalu kita aplikasikan dengan sungguh-sungguh. Sehingga kualitas diri kita semakin membaik. Hari ini lebih baik dari hari kemarin.
Demikian ulasan sederhana ini, kurang lebihnya mohon maaf dan semoga uraian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Salam Sukses Bahagia
By Nur Muhid.


Ingin Umroh??? Ada kendala biaya???? Mau kerja  sampingan????
Silakan kontak  0852 2580 5657

Label:


.. selengkapnya ..!

Senin, 22 Maret 2010

Ikhlas 2

Bismillahirrohmaanirrohiim
Untuk memahamkan suatu masalah itu kadang perlu banyak contoh atau ibarat, karena dengan ibarat-ibarat itu, orang akan menjadi mudah merasakan gambaran yang dimaksud atau memperjelas pemahaman terhadap persoalan tertentu, sehingga dengan demikian akan menghindari pemahaman yang salah.
Jaman dulu, menjadikan budak sebagai hadiah kepada orang yang terhormat itu sudah menjadi hal yang biasa dan tidak tabu. Bukti bahwa itu dulu benar terjadi adalah bahwa nabi Muhammad pernah mendapat hadiah berupa budak wanita yang bernama Maria Al-Qabtiyya dari raja Mesir.
Sekarang tradisi itu masih juga diterapkan, namun mereka malu bila hal itu dikatahui oleh masyarakat umum, karena yang diberikan itu bukan budak dalam arti yang sebenarnya, tapi “budak” nafsu berupa wanita muda layaknya lonte, contohnya;



ketika ada acara menyambut kunjungan dari atasan di hotel mewah, diberinya pula ‘welcome fruit’ berupa wanita cantik atau contoh lainnya; ketika orang ingin mendapat tender, ia akan memberi hadiah macam-macam termasuk hadiah yang berupa ‘budak’ itu kepada pimpro (pimpinan proyek) atau semacamnya, supaya ia diberi tender atau dimenangkan dalam lelang tendernya.
Kembali ke soal ikhlas. Beribadah itu ibarat memberi hadiah, begitulah kata Imam Ghozali. Bila kita beribadah dengan benar secara syariat/fiqih itu ibarat memberi hadiah berupa budak yang cantik. Dan jika kita beribadah dengan ikhlas dan hadir hatinya itu ibarat memberi hadiah berupa sesuatu yang bernyawa.
Jadi, bila kita beribadah namun hati kita tidak ikhlas dan tidak hadir hatinya, itu ibarat seperti kita memberikan hadiah berupa budak yang tanpa nyawa. Bayangkanlah bila yang diberi hadiah itu adalah manusia pada umumnya, maka ketika diberi hadiah seperti itu, meskipun mayat budak wanita itu cantik, atau gagah dan besar kalau budak itu pria, mungkin satu sisi ia senang karena dihormati dengan diberi hadiah, tapi pada sisi yang lain ia juga sedih karena tahu bahwa hadiahnya itu hanya akan menambah kerepotannya saja. Sebagian mungkin malah akan marah kalau diberi hadiah mayat seperti itu, karena menangkap bukan sebagai hadiah tapi sebagai bentuk penghinaan kepadanya.
Kalau selama ini kita beribadah salat dan kita merasa cukup hanya dengan khusyuk ketika takbir saja, dengan alasan bahwa bagi orang awam itu sudah dianggap khusyuk semua salatnya asal pada saat takbir sudah khusyuk. Itu bisa diibaratkan seperti memberi hadiah berupa budak yang lumpuh separo tubuhnya. Lalu untuk apakah hadiah yang seperti itu? Dipanjang di ruang tamu, tidak layak. Ditaruh di kamar, malah merepotkan. Disimpan di gudang, bukan barang mati. Jadi, pada hakekatnya hadiah yang semacam ini hanya akan menambah beban yang tidak menyenangkan saja.
Kesimpulannya; marilah kita senantiasa berupaya untuk dapat beribadah secara sempurna baik secara lahir maupun batin. Tidak merasa cukup hanya dengan sudah bisa beribadah secara sempurna, namun ternyata baru sempurna secara syariat saja. Ambil “hati” Tuhan dengan mempersembahkan yang terbaik.
Demikian ulasan sederhana ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan semoga kita senantiasa diberi kekuatan dan pertolongan Allah sehingga kita dapat beramal dengan ikhlas semata-mata karena Allah saja. Amien ya robbal ‘alamien
Salam Sukses Bahagia
By Nur Muhid


Ingin Umroh??? Ada kendala biaya???? Mau kerja  sampingan????
Silakan kontak 0852 2580 5657

Label: , , ,


.. selengkapnya ..!

Jumat, 12 Maret 2010

Khusyuk Dalam Beramal

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Imam Ghozali memberikan gambaran bahwa amal ibadah itu ibarat memberi hadiah kepada seseorang yang terhormat. Pada umumnya dan seharusnya kalau memberi hadiah kepada orang yang terhormat itu ya berupa sesuatu yang berharga atau yang baik. Mengapa demikian? Sebab, selera orang terhormat itu tinggi dan apa-apa yang telah dipunyai olehnya itu adalah barang yang bagus-bagus serta mampu membeli barang yang mahal, sehingga wajar bila ia tidak atau kurang berkenan menerima hadiah yang biasa-biasa saja apalagi kalau yang buruk dan murahan.
Perlu diingat bahwa tujuan dari memberi hadiah itu adalah supaya yang diberi hadiah itu senang pada hadiah tersebut, yang dengan senangnya pada hadiah itu, akan membuat yang diberi hadiah menjadi senang juga kepada orang yang memberi hadiah. Dengan kata lain tujuan memberi hadiah adalah supaya terwujud adanya kedekatan secara emosional


antara si pemberi dan penerima hadiah. Jadi, jika kita memberi hadiah kepada seseorang, namun orang yang kita beri itu kurang/tidak berkenan dengan hadiah itu, maka menjadi percuma saja pemberian hadiah tersebut. Karena tujuan dari memberi hadiah itu tidak tercapai.
Salat yang kita lakukan setiap hari itu adalah bentuk hadiah yang kita persembahkan kepada Allah. Hadiah itu kita persembahkan supaya kita menjadi lebih dekat kepada Allah. Bila kita sudah memberi hadiah setiap hari tapi rasa kedekatan kita kepada Allah kok tidak bertambah, masih mudah tersinggung, mudah marah, suka memaksakan kehendak, riya dalam beramal, sombong, gila hormat, mudah mengeluh, dusta dan lainnya, maka kita perlu introspeksi pada salat kita. Jangan-jangan hadiah yang kita persembahkan itu termasuk kategori yang buruk dan murahan atau salah cara menyampaikannya, sebab dalam kita melakukan salat itu masih sebatas hanya fisik yang menghadap Allah, tapi hati dan pikiran kita masih mengembara ke mana-mana.
Bisa diibaratkan bahwa melakukan salat yang tidak khusyuk itu seperti memberi hadiah kepada presdien dengan cara memalingkan mukanya ke tempat lain seperti ada kesan bahwa ia tidak sudi melihat wajah beliau. Tentu saja, sebaik apa pun hadiah yang dipersembahkan, bila cara menyampaikannya tidak dengan hormat seperti itu, maka beliau tidak akan berkenan menerimanya. Sebab beliau mempunyai harga diri dan mampu membeli barang yang lebih baik daripada barang yang dihadiahkannya itu.
Ingatlah hadits nabi yang menyatakan bahwa “Berapa banyak dari orang yang menjalankan salat, mereka tidak mendapat apa-apa dari salatnya kecuali kepayahan”
“Berapa banyak dari orang yang berpuasa, mereka tidak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga”
Jadi, amal ibadah yang kita lakukan itu sebaiknya benar secara syariat dan benar juga secara hakekat atau betul secara fiqih dan betul juga secara tasawuf atau benar secara lahir dan benar juga secara batin. Betul secara syariat itu ibarat bentuk bendanya yang bagus nan indah, betul secara hakekat itu ibarat cara menyampaikan yang sopan nan santun. Sehingga dengan demikian dapat diharapkan bahwa hadiah-hadiah yang kita persembahkan itu akan diterima Allah, lalu Allah pun berkenan menaruh perhatian yang lebih kepada kita sehingga terjalin hubungan emosional yang akrab, hubungan cinta yang mesra.
Demikian ulasan sederhana ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan semoga kita senantiasa diberi kekuatan dan pertolongan oleh Allah supaya kita dapat beramal dengan benar secara lahir dan batin, sehingga amal ibadah kita dapat membuat Allah berkenan menerimanya, lalu Allah berkenan mencintai kita dengan cinta yang mesra. Amien ya robbal ‘alamien
Salam Sukses Bahagia
By Nur Muhid


Ingin Umroh??? Ada kendala biaya???? Mau kerja  sampingan????
Silakan kontak 0852 2580 5657

Label:


.. selengkapnya ..!

Senin, 08 Maret 2010

Ikhlas 1

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Di dalam kitab Hikam disebutkan bahwa
الاعمال صورة قاءمة وارواحها وجود سرالاخلاص فيها
Artinya “Amal itu adalah gambar yang tegak dan ruh dari amal adalah adanya rahasia keikhlasan di dalamnya.” Tegasnya dapat diterjemahkan bahwa amal itu seperti jasad sedang ruhnya adalah ikhlas. Jasad tanpa ruh itu meskipun menarik tapi tingkat kemenarikannya akan kalah jauh dibandingkan dengan jasad yang ada ruhnya. Dari sisi manfaatnya pun demikian, jasad yang tanpa ruh itu amat kecil kegunaannya dibandingkan dengan jasad yang lengkap dengan ruhnya.
Jadi amal ibadah apa pun nama dan bentuknya, yang tidak disertai dengan rasa ikhlas dalam menjalankannya, maka dampak dari manfaat amal tersebut akan kecil sekali kepada si pelakunya. Seperti puasa, manfaat puasa itu antara lain adalah

dapat menumbuhkan rasa kepekaan sosial, tapi berapa banyak orang yang menjalankan puasa hanya mendapat rasa lapar dan dahaga saja, pelaku puasanya tidak mendapat pengaruh dari puasanya, mereka masih saja tega “menindas” yang lain, kepekaan sosial mereka tetap rendah.
Perlu digaris bawahi bahwa tuntunan beramal dengan ikhlas itu mengharuskan si pelaku amal itu tulus menyerah kepada ketentuan-ketentuan syariat dengan sebaik-baiknya dan seutuh-utuhnya, baik secara lahir maupun batin, atau secara fiqih maupun tasawufnya. Misalnya puasa, orang yang ikhlas dalam menjalankan puasanya, maka ia harus dapat menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa secara fiqih, seperti; makan, minum, bersetubuh dengan sengaja di siang hari tapi juga harus dapat menjaga dari hal-hal yang membatalkan pahala puasa secara tasawuf, seperti; berdusta, ghibah (gosip), namimah (mengadu domba/memprovokasi), melihat dengan syahwat dan sumpah palsu.
Imam Ghozali membagi kategori ikhlas dalam dua bagian. Pertama; (الاخلاص لاجل ثواب) ikhlas karena mengharap balasan/pahala, contohnya; orang yang membaca Al Qur’an surat Waqiah setiap pagi dan sore dengan ikhlas tapi juga mengaharap supaya rizkinya lancar. Ada orang yang aktif menjalankan salat dhuha dengan ikhlas tapi juga berharap supaya dibangunkan gedung yang indah di surga, karena adanya hadits nabi saw bahwa barang siapa yang menjalankan salat dhuha, maka Allah akan membangunkan gedung di surga. Ada orang yang ikhlas bersedekah karena Allah, tapi juga berharap agar diberi balasan yang berlipat ganda, dengan sepuluh kali lipat atau lebih.
Ikhlas pada kategori ini dapat diibaratkan seperti orang yang mau pergi ke kerajaan yang megah, tapi yang ia tuju (niat/motivasinya) hanya mau melihat keindahan keadaan istana dan ingin makan dan minum apa yang disediakan di istana. Ia tidak merasa perlu menghadap sang raja, karena keindahan pemandangan di lingkungan istana dan makanan juga minumnya telah membuat ia merasa amat terpuaskan.
Kalau ini diibaratkan orang yang mau apel ke rumah kekasihnya, ia telah merasa puas dengan apa yang telah dihidangkan, yaitu yang berupa makanan dan minuman lezat dan pembantu-pembantu cantik telah menghiburnya, ia tidak akan merasa kecewa bila kekasihnya tidak menemuinya, meskipun tujuan semula adalah apel kepada kekasihnya.
Kedua (الاخلاص العمل) ikhlas karena semata-mata ketaatan kepada Allah. Ia beramal apa pun semata-mata karena itu adalah perintah Allah. Jadi bila ia salat, maka ia menjalankannya karena salat itu adalah perintah Allah, ia menjalankan bukan karena ia takut neraka atau ingin masuk surga, tapi semata-mata menjalankan ketaatan kepada Allah. Kalau ia bersedekah, ia melakukan bukan karena agar mendapat balasan yang berlipat ganda. Kalau ia salat dhuha, bukan karena ia mengharapkan dibangunkan gedung megah di surga. Tapi semua itu ia lakukan semata-mata karena ketaannya kepada perintah-perintah Allah saja.
Kalau ini diibaratkan orang yang mau ke kerajaan yang megah, maka yang ia tuju (niat/motivasinya) adalah menemui sang raja. Karena niat semula adalah menemui sang raja, maka meskipun pemandangan istana amat indah dan makan juga minumnya amat nikmat tapi itu belum membuat ia merasa puas sebelum ia bertemu dengan sang raja.
Kalau ini diibaratkan orang yang mau apel ke rumah kekasihnya, ia tidak akan merasa puas sebelum sang kekasih menemuinya, biar pun makanan dan minuman lezat telah dihidangkan dan pembantu-pembantu cantik telah menghiburnya. Dan apa pun hidangan dan hiburannya yang disediakan untuknya, tetap masih akan membuat ia merasa kecewa bila kekasihnya tidak menemuinya.
Demikian ulasan sederhana ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan semoga kita senantiasa diberi kekuatan dan pertolongan Allah sehingga kita dapat beramal dengan ikhlas semata-mata karena Allah saja. Amien ya robbal ‘alamien
Salam Sukses Bahagia
By Nur muhid
-->
Ingin Umroh??? Ada kendala biaya???? Mau kerja  sampingan????
Silakan kontak  0852 2580 5657


Label:


.. selengkapnya ..!